Friday, 2 October 2015

Jagoanku

Anakku seorang laki-laki yang aku beri nama Muhammad Ehsan Elt Kamil, nama yang panjang tapi ringan tuk diucapkan. Tidak seperti nama ayahnya, yang sangat berat untuk diucapkannya. Bukan sembarang nama yang aku berikan pada anakku, namanya adalah rasa syukurku atas kebaikan orang-orang disekitarku, istriku keluarga, teman, sahabat dan para guruku.
Muhammad Ehsan Elt Kamil yang artinya Pria baik yang sempurna. Dengan nama Muhammad kami berharap kelak anak kami mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW, dengan nama Ehsan kami berharap anak kami memiliki akhlak yang baik, sifat, sikap yang baik dan menjadi contoh yang baik kelak buat adik-adiknya dan semoga menjadi contoh buat semua orang.
Elt Kamil adalah yang sempurna, semoga apa yang anak kami lakukan atau kerjakan akan mendapat hasil yang sempurna. Muhammad Kebaikan yang Sempurna, nama yang terinspirasi dari kebaikan-kebaikan seluruh keluarga, teman, sahabat dan guru. Kebaikan yang begitu sempurna, dengan tindakan mereka, kasih sayang mereka serta doa-doa mereka. Sehingga aku abadikan ke dalam nama anak pertamaku.
Elka adalah nama panggilan putra pertama kami, jagoanku. Kini sudah terlihat kejeniusan dan kecerdasannya, semua terkagum-kagum dibuatnya. Pertumbuhannya begitu pesat dan cepat, meski rambutnya sedikit lambat untuk tumbuh, hehe. Senyumnya yang manis, tatapannya yang tajam dan yang terpenting adalah kita dibuatnya selalu kangen dan gregetan.
Tapi akhir-akhir ini dia sering cemberut entah apa yang membuatnya seperti itu, mungkin karna kami sebagai orangtuanya sering tak mengajaknya pergi ke toko atau warung. Lucu dan aneh karena bayi yang baru berumur 3 bulan ini sudah bisa kesal, ngambek dengan memalingkan mukanya ketika kami baru datang dari toko atau warung. Dengan muka kesalnya, bibir cemberutnya membuat kami tertawa dan gregetan padanya, mirip banget dengan istriku yang cantik, itulah sekilas tentang jagoanku.

Isteriku

Ketika di jalan bersama dengan sejumlah perasaan, kembali wajahnya terbayang seperti hantu. Hm, cantiknya calon istriku. Sayangnya, waktu tidak berpihak kepadaku untuk lebih lama menikmatinya. Sekilas, menyelinap dedaunan kehidupan satu tahun lalu. Ketika tarbiyah menyentuh dan menanamkan ke hati sebuah tekad untuk menyempurnakan dia sebagai isteriku hidupku.
Aku yakin bahwa Allah akan memberikan pertolongan. Bahwa rezeki akan datang meskipun kerja honorer yang kugeluti saat itu. Sungguh, kala itu kupikir hanya wanita liar biasa saja yang mau menerimaku, seorang laki-laki tanpa harapan dan masa depan. kerja sebagai honorer dengan gaji yang jauh dari cukup dan tanpa orang tua yang mapan. Meski mempunyai selembar modal ijazah sarjana dan alhamdulillah aku bersyukur dengan dukungan dari keluarga besar untuk menanggung biaya-biaya operasional, semoga kedepan akan lebih baik.
Kehidupan harus terus berjalan. Kutarik segepok udara untuk mengisi paru-paruku. Kurasakan syukur mendalam, satu tahun ini istriku yang cantik dan sholehah menemaniku beserta anak laki-lakiku. Walau kerja sebagai honorer, kapalku terus berlayar dan berusaha menghadapi gelombang lika-liku kehidupan. Semoga esok lebih baik, harapan kami. Ternyata, memang benar Allah akan menjamin rezeki seorang yang menikah. Allah akan memberikan rezeki dari arah yang tidak terduga.
Walaupun tetap semua janji itu muncul dengan sunatullah, kerja keras. Kerja keras itu terasa nikmat dengan doa dan dukungan seorang wanita yang rela, ikhlas menjadi istriku dan seorang anak yang mencoba memanggilku aayaaahh sambil tersenyum. Namun, aku tahu wajah cantik istriku mungkin akan memudar dengan segala kesibukannya sebagai Ibu Rumah Tangga, yang harus mempersiapkan makanan, mempersiapkan untuk anak kami Elka, belum lagi mengurusi tugas rumah tangga lainnya. Kelelahan seolah menggeser kecantikan dan kesegarannya.
Untunglah, saat aku pulang, ia bisa mengembalikan semua keceriaan itu dengan seulas senyum, yang menyelinap dibalik penat dan kelelahannya. Istriku cantik sekali, maafkan aku tak bisa menemanimu selalu. Namun, doa dan ridhaku selalu bersamamu. Ketika kalian punya anak maka doakanlah anak kalian, baca juga postingan tentang pentingnya mendoakan-anak, semoga kita bisa mengambil manfaatnya.

Baik dan Pelit

Ceritanya gini, saya sempet bingung, kenapa yah banyak orang yang menyimpulkan kalau orang baik itu adalah orang yang tidak pelit, sebaliknya orang pelit itu adalah orang yang tidak baik, tapi masalahnya orang yang punya anggapan demikian justru memperlakukan orang pelit itu lebih pelit lagi. Jadi sebenarnya siapa orang baik itu. Pelit disini bukan pelit dalam artian pelit kepada pengemis, fakir miskin, ataupun pelit karena dia tidak pernah membantu orang yang kesusahan.
Tapi pelit disini simple bangat, cuma karena si X tidak pernah bagi-bagi makanan di kantor, jarang bawa makanan yang bisa dimakan sama-sama, ulang tahun pun lupa bawa kue, si X langsung dianggap pelit yang akhirnya dengan penghakiman tertentu ekuivalen dengan orang tidak baik. Tapi si Y yang kebetulan memang suka beli gorengan, rujak, makanan ataupun cemilan lainnya langsung dianggap orang baik, bahkan jadi sebaik-baiknya orang.
Padahal menurut saya orang pelit itu pasti punya alasannya masing-masing, masa iya dia masih harus bawa makanan atau minuman yang kesannya dibikin wajib hukumnya, ada juga orang yang cuek yang merasa tidak pernah ngemil, ngapain dia bawa-bawa cemilan ke kantor, bikin meja kotor aja. Dan yang terjadi sekarang, orang-orang yang tidak pernah bawa makanan dianggap orang pelit dan orang tidak baik, sehingga kalau misalkan si A punya makanan, dia cuma nawarin sama orang-orang yang dia anggap baik. 
Misalkan si A ini punya gorengan, terus ada si B, C, D, E, dan F. Sedangkan si E yang dianggap pelit, sehingga dengan keterusterangan yang menurut saya kurang manusiawi, si A teriak nawarin gorengan pada B,C,D, dan F, tapi tidak pada E. Padahal mereka semua duduk bersebelahan. Ya ampun, tega bangat kan tuh? Dan yang menurut saya lebih membingungkan dari urusan judging people by food ini, jika makanannya ini bukan punya si A sendiri, yah misalkan ada seseorang yang baik hati antar kue, atau ada yang kebetulan bawa brownies, yang tentunya bukan punya si A.Nah si A ini dengan segala kuasanya bisa aja tuh bagi-bagi kue dengan cara di atas, tidak mengacuhkan orang-orang yang dia anggap pelit. Nanti kalau ada sisa, baru deh ditawarin. 
Saya jadi bingung deh sama kriteria orang baik yang kaya gini, sebenarnya siapa yang lebih baik? orang yang dari awal emang tidak ada niat bawa dan bagi-bagi makanan, atau orang yang punya makanan tapi dengan sengaja tidak menawarkan kepada orang-orang tertentu cuma karena menurut pendapatnya mereka orang pelit dan bukan orang baik? Bingung udah pasti jelas saya tidak suka sikap judging, justict, fitnah dan orang-orang yg memiliki sifat seperti itu. Lebih baik kita lakukan kegiatan positif, semoga bermanfaat.